Oleh : Andi Setiawan
Malam gelap yang dingin telah menghinggap,
semakin dingin menusuk dengan bersamaannya malam yang semakin larut. Hujan yang
mengguyur sejak sore tadi memang semakin membuat suasana malam semakin
terdramatisir. Dan kala itu pula aku semakin nyaman untuk tetap menggoyang-goyangkan
pena kecilku di atas buku mungil yang sering aku bawa jika aku pergi. Semakin
bersemangat pula untuk menggoreskan tinta di atas kertas putih bersih tanpa
noda. Semua itu aku lakukan di tempat kesukaanku, dengan kursi yang setiap saat
aku duduki saat aku berhadapan dengan apapun saat di meja belajarku.
Di sudut ruang yang kecil, kamarku, dengan
intensitas cahaya yang memang bisa
dibilang kurang, aku tetap berusaha menorehkan kata-kata yang muncul di dalam
benakku. Entah apa maksud dari semua kata yang kutorehkan tersebut, mungkin
hanyalah untaian kata yang tak mengandung banyak arti. Namun aku tetap semangat
mengendalikan pena kecilku agar tetap bisa menari-nari di atas kertas. Tetap
mencurahkan apa yang aku pikirkan, yang aku rasakan. Meskipun kadang terhenti
dengan interaksiku dengan satu toples makanan ringan yang selalu setia
menemaniku.
Waktu pun terus bergulir, detik demi detik
terus berjalan, kata demi kata yang aku hasilkan pun semakin banyak. Semakin
memenuhi lembaran-lembaran kertas yang tergoreskan tinta pena. Tak terasa
dengan ketidaksadaran yang setengah menghinggapiku, waktu menunjuk
pukul 01:10. Malam semakin larut, suasana pun semakin mencekam terasa. Rasa
dingin yang terus-menerus menyelimuti, menembus pori-pori kain pakaian yang aku
kenakkan. Selimut yang terbaring rapi di keranjang tempat tidurku, yang berada
di belakangku saat itu, terus-menerus menggodaku, mengajakku untuk segera masuk
kea lam mimpi. Tapi aku tetap bertahan dengan posisiku, dengan tetap menjaga
ritme goresan tinta pena pada lembaran kertas tadi.
Suasana
malam semakin sepi, semakin terasa kelam dengan dinginnya yang selalu berusaha
menusuk tulang. Ketidaksadaran pun tiba-tiba menghinggapiku, aku berusaha
melawannya namun sia-sia juga perlawananku itu. Aku pun terjatuh pada suasana
diantara hidup dan mati, hanya tinggal setengah nyawaku yang tinggal di dalam
tubuhku. Pada saat itu pula berhentilah gerakan gemulai dari penaku itu.
Goresan-goresan tinta pena pada kertas pun berhenti, seakan lepas dari sayatan
pedih